Malangtrend.com – Masyarakat keturunan Tionghoa dan terutama umat Buddha di Malang masih melestarikan dan melakukan tradisi Co Kong Tik atau Kong Tek. Itu sebagai tradisi berkirim doa kepada keluarga atau leluhur yang telah meninggal. Tradisi Co Kong Tik di Malang, biasanya banyak dilakukan di Klenteng Eng An Kiong, seperti yang kemarin digelar pada Jumat, (17/1).
Sebuah replika rumah-rumahan dilengkapi dengan beberapa perabotan, replika kendaraan hingga sejumlah perabotan dibakar atau dikremasi, setelah sebelumnya didoakan terlebih dahulu. Khusus Co Kong Tik pada Jumat kemarin, dilakukan oleh Puspita warga Kota Malang yang telah ditinggal enam tahun oleh kakaknya.
“Kalau bagi saya, dibilang tradisi ya tidak terlalu. Tapi saya dimimpiin, intinya dia bilang dia sakit,” ungkap Puspita, usai Co Kong Tik.
Tradisi Co Kong Tik ini diawali dengan serangkaian panjatan doa yang dipimpin oleh seorang Bhante atau Dharmaduta (Agamawan Buddha). Sepanjang panjatan doa itu, anggota keluarga bersama Bhante mengucapkan doa secara Buddha dalam bahasa Indonesia serta bahasa Tionghoa.
Setelah doa, seluruh replika, perabotan serta kelengkapan lainnya dimasukkan dalam ruangan khusus untuk dibakar, dengan cara disulut langsung oleh anggota keluarga. Setelah disulut, api langsung membakar secara perlahan. Tidak lama, seluruhnya yang ada di ruang tersebut habis terbakar.
“Di dalam Buddhis, dibakar ini akhirnya semua itu musnah, dalam artian agar semua karma buruk yang pernah dilakukan almarhum semasa hidup, ikut dibakar. Istilahnya almarhum bisa melepas rasa keduniawian, dimana saat Buddha datang menjemput, dia sudah ikhlas dan rela meninggalkan dunia menuju tanah suci,” jelas Bhante Fredi Kurniawan.
Tradisi Co Kong Tik sendiri dijelaskan Fredi bukan suatu ritual wajib dalam kepercayaan Buddha. Namun hingga sampai saat ini, masih cukup banyak yang melakukannya. Ritual kirim doa ini biasanya bisa dilakukan mulai 49 hari sejak anggota keluarga meninggal, atau boleh 100 hari, satu tahun, tiga tahun setelahnya dan seterusnya.
“Selain rumah, keluarga mempersembahkan sajian berupa buah atau kue, beserta makanan kesukaan almarhum. Untuk (replika) rumah dibakar, tapi untuk persembahan sesajian boleh dibawa pulang keluarga. Artinya dengan keluarga membawa makanan minuman itu melambangkan keluarga ini diberikan berkah, rezeki, dan kesehatan,” tandasnya. (ian/aim)