Malangtrend.com – Sineas muda asal Kota Batu Lingga Galih Permadi angkat potensi Kota Batu dalan karyanya. Di antaranya kearifan lokal kota asalnya.
Karya dan idenya mampu membawa anak-anak muda Kota Batu bersaing di kancah internasional. Tentunya di dunia perfilman. Harapannya akan semakin banyak sineas-sineas muda asal Kota Batu terus berkarya seperti dirinya.
Lingga menceritakan bagaimana ia mulai terjun dan aktif di dunia perfilman. Khususnya di Kota Batu. “Pada awalnya dunia yang saya lirik dan menarik untuk ditekuni adalah jurnalistik. Karena saya terinspirasi seorang wartawan Ersa Siregar yang liput perang dalam konflik Aceh,” cerita Lingga kepada Malang Posco Media.
Karena ingin menjadi seorang jurnalis, ia masuk teknik broadcasting di SMKN 3 Batu. Bahkan dia sempat magang sebagai jurnalis TV HBO.
Dari berkutat di dunia jurnalistik itu semakin menambah wawasannya. Ia juga mulai mengenal dunia film dan membawanya untuk lanjut sekolah di Institut Seni Indonesia Jogjakarta.
“Karena tertarik film. Saya pilih kuliah di Jogja. Alasannya karena lingkungan, budaya dan seni kental. Di situlah aku fokus belajar film,” beber pria kelahiran Malang, 18 Agustus 1991 ini.
Di akhir kuliah, ada kewajiban yang harus dilakukan seorang mahasiswa pada umumnya. Mengerjakan tugas akhir. Yakni membuat film.
“Nah tugas akhir ini aku buat film musikal. Ini karena generasi kita 90an. Contohnya film musikal Petualangan Sherina,” ungkapnya.
Dari situlah terbesit untuk mengangkat potensi lokal. Yaitu dengan mengaplikasikan kultur orang Jawa seperti ludruk, parikan, hingga macapat untuk diangkatnya dalam tugas akhir.
“Karena aku orang Jawa dan punya kultur. Akhirnya aku aplikasikan dalam film musikal yang aku buat. Judulnya ‘Rena Asih’. Saat itu aku buat tahun 2014,” terangnya.
Film Rena Asih menceritakan tentang perjuangan ibu dan anak. Karena mengangkat potensi lokal, film menggunakan dialog khas Malang. ini merupakan kekuatan dari film lokal yang mampu mengusung identitas daerah.
Selain itu film musikal ini menyajikan lagu-lagu dari beberapa genre, ada pop, rap bahkan lagu tembang. Meski dibuat tahun 2014, sampai tahun 2020 juga nasih ditayangkan. Terakhir, beberapa waktu lalu ditayang di TVRI bagi pelajar untuk WFH akibat pandemi.
“Bedanya lagi, film yang aku buat sebelumnya tidak ada yang seperti itu. Artinya film aku buat dengan memadukan musik modern dengan Jawa. Ada rap jaz yang dipadu parikan sebagai bahan utama. Selain itu semua yang main orang Batu,” terangnya.
Tak disangka dari film tersebut lima festival ia menangi. Pertama di Malang Film Festival, Festival Film Jogjakarta, Ki Hajar Award, dan Kalijaga Film Festival serta Festival Video edukasi. Itu selama tahun 2014 dan 2015.
Seluruhnya menang kategori best film. Sedangkan di Festival Film Jogjakarta dapat best musik dan best actres. Sehingga ia tak hanya gugur kewajiban. Menyelesaikan tugas akhir lalu selesai. Tapi juga prestasi.
Usai menyelesaikan kuliah, alumnus SMPN 1 Batu ini pulang kampung dan mengajar broadcasting di SMKN 3 Kota Batu. Selama mengajar dunia perfilman di Kota Batu mulai naik daun.
Salah satunya adalah film ‘Angen’ yang dibuat anak didiknya SMKN 3 Batu untuk ikut festival kelas pelajar di Indonesia tahun 2018. Kemudian lolos sebagai official selection 12th internasional children’s film festival 2018 untuk Indonesia di Jepang.
“Di Jepang saat itu hampir dua minggu. Meski tak lolos di tahap selanjutnya. Pengamalan itu membuat bangga anak-anak Batu,” bangganya.
Terakhir beberapa tahun lalu, dari project Viu Shorts ada program untuk menggali potensi daerah. Khususnya sineas non profesional dan pelajar yang digelar di 20 kota. Termasuk salah satunya Kota Batu.
Dari project itulah ia mendorong komunitas film yang dibentuknya. Namanya Sinema Batu Adem yang berdiri tahun 2018. Ini adalah komunitas film yang basisnya di Kota Batu dengan fokus kepada produksi film, eksebisi film (pemutaran film) dan edukasi film.
Menariknya lagi, komunitas itu menjadi wadah berkumpulnya alumnus SMKN 3, murid, adik kelas dan rekan-rekannya yang berkecimpung di film didorong untuk berpartisipasi.
“Viu Shorts waktu itu cari potensi daerah. Syarat harus non profesional dan pelajar. Kalau bilang film di Batu saat ini masih ada dua untuk persyaratan. Yakni komunitas Sinema Batu Adem dan pelajar SMKN 3 Batu,” terangnya.
Sehingga komunitas dan pelajar itu yang diajaknya berpartisipasi. Setelah dua syarat terpenuhi. Persyaratan berikutnya adalah lokalitas dan mitos. Pada akhirnya ide tentang mitos Pawang Hujan ia usulkan untuk diangkat para pelajar dan komunitas itu.
Kalau berbicara lokal, diungkapnya bisa mengenai apel, agraris, dan susu. Tapi tema tersebut tak ada mitosnya. Kemudian melihat curah hujan di Kota Batu tinggi, muncullah ide tentang pawang hujan.
“Kalau hujan mitosnya ada dan sampai sekarang masih, bahkan masih dipercaya. Misal ada hajatan pakai pawang agar tidak hujan. Itu masih kegiatan skala kecil. Belum besar,” terangnya
Setelah dapat ide itu, lanjut dia, harus ada konflik. Untuk Kota Batu ada banyak kepentingan. Misal, petani butuh air hujan saat musim kemarau. Kemudian sektor usaha lainnya butuh panas saat musim hujan. Ini yang membuat bertentangan dan menarik untuk diangkat. Pada akhirnya film berjudul ‘G Rain’ berhasil tayang di Viu Short 2020.
“Terbaru, di tahun 2023-2024 ini saya telah menyutradarai dua film berjudul Rena Asih dan Serdadu Apel Emas. Serdadu Apel Emas sendiri Alhamdulilah mengikuti festival di Polandia, Russia dan Jogja Asian Netpac Film Festival,” bangganya.
Selain banyak film yang mengangkat potensi lokal yang ia buat, melalui Sinema Batu Adem, ia juga menginisiasi program Rekreasinema. Yang kemudian dikerjakan bersama rekan-rekan komunitasnya.
“Rekreasinema sendiri secara umum menjadi ruang putar alternatif yang bisa langsung bersentuhan dengan masyarakat karena sifatnya adalah open air cinema atau layar tancap. Yang menjadi ciri khas Rekreasinema ini sebisa mungkin rekreatif karena diputar di sudut-sudut wisata Kota Batu dan pemilihan tema film juga sesuai dengan tema rekreasinya,” terangnya.
Ada rekreasi kuliner, rekreasi air, rekreasi belanja, rekreasi budaya, rekreasi agriculture dan rekreasi alam. Rekreasinema baru tahun ini berjalan dan sudah enam kali dilakukan. Mulai dari venue Camping Ground Coban Talun, Pabrik Apel Celup Tulungrejo, Pasar Induk Among Tani dan beberapa tempat lainnya.
“Tujuannya karena kami ingin menuju festival international yang bisa mendatangkan sineas dari seluruh dunia atau minimal sineas dari Asia dulu. Karena Kota Batu geografinya mirip dengan festival di luar negeri,” pungkas warga Desa Oro-Oro Ombo ini. (eri/van/mtc)